Kejari Medan Dinilai Tebang Pilih Kasus Korupsi

Kejari Medan Dinilai Tebang Pilih Kasus Korupsi 

Ada Apa Dengan Panti Sosial Kok Medan Fashion Festival Seperti Kilat.


Medan | Elindonews.my.id


Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan dinilai tebang pilih dalam hal proses penetapan dua kepala dinas Pemko Medan—Benny Iskandar Nasution dan Erwin Saleh—sebagai tersangka dugaan korupsi kegiatan Medan Fashion Festival TA 2024. Hal ini membuat publik terperangah. Dalam waktu relatif singkat, Kejari Medan menuntaskan proses penyelidikan hingga menetapkan tersangka, lengkap dengan MH dari CV Global Mandiri.


Namun justru dalam proses "cepat" itulah masalahnya, timbul persepsi publik dengan penuh tandatanya "kok bisa ya".


Kecepatan yang kontras itu membuka pintu pertanyaan besar. Karena di sisi lain, kasus dugaan korupsi Pembangunan Panti Sosial Tahap II TA 2022 yang sudah hampir setahun ditangani, justru sunyi senyap. Tidak ada penetapan tersangka. Tidak ada perkembangan berarti. Padahal sejumlah pihak terkait—termasuk HHP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)—sudah berulang kali diperiksa.


Pertanyaannya: Mengapa satu kasus bisa melesat, sementara yang lain seolah sengaja dihambat?


Pengembalian Kerugian Bukan Alibi Hukum

Pemerhati korupsi Juliandi Deparia sudah mengingatkan: ketidakkonsistenan Kejari Medan membuka ruang spekulasi publik. Ia mengusulkan agar perkara ini disupervisi oleh Kejaksaan Agung, agar tidak muncul aroma “tebang pilih”.


Pernyataan praktisi hukum Patar S, SH, MH semakin menegaskan masalah krusial:

“Tidak ada aturan yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara otomatis menghapus proses hukum.”

Ini penting.

Jika dugaan korupsi bisa dihentikan hanya karena uang dikembalikan, maka seluruh koruptor hanya perlu refund, bukan bertanggung jawab. Tidak ada efek jera. Tidak ada rasa keadilan.


Informasi yang Menggelitik: Mobil Dijual, Untuk Apa?

Beredar kabar bahwa HHP sampai menjual mobilnya. Publik bertanya-tanya:

Untuk apa?

Untuk menutup apa?

Untuk memenuhi siapa?


Sementara, Juliandi Deparia menohok:

“Jangan-jangan jadi ATM berjalan.”

Pernyataan ini bukan kesimpulan, tetapi gambaran kecurigaan publik yang muncul akibat lambannya penanganan perkara.


Ketika sebuah institusi hukum tidak konsisten, publik mengisi kekosongan informasi dengan pertanyaan—dan itu sangat wajar.

Pertanyaan yang Paling Mengganggu Justru Paling Sederhana

Jika Kejari Medan bisa bergerak cepat dalam kasus Medan Fashion Festival, mengapa begitu lambat dalam kasus Pembangunan Panti Sosial Tahap II?

Apa bedanya?

Siapa yang dilindungi?

Siapa yang dikorbankan?

Siapa yang perlu diproses, dan siapa yang harus diselamatkan?

Di titik ini, publik bukan sekadar ingin tahu.

Publik berhak tahu, tukas depari.

Reporter : Erwin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar