Menyelisik Bea Meterai Sebagai Penentu Bukti Dokumen
John F. Kennedy mantan presiden Amerika Serikat pernah mengatakan “Taxation is not a burden, but a part of our duty to support collective progress.” Bahwasanya membayar pajak lebih dari sekadar kewajiban hukum, melainkan kontribusi untuk membangun masyarakat yang lebih kuat dan sejahtera. Pemungutan pajak adalah hal yang pasti untuk mendukung tujuan bangsa yaitu bangsa yang mandiri.
Kita sudah sering mendengar tentang jenis pajak Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Karbon, demikian juga dengan pajak pusat yang bernama Bea Meterai (BM).
Dalam tulisan berikut kita coba mengupas tuntas terkait pajak pusat yang satu ini, yaitu Bea Meterai untuk menjawab, “mengapa jika ada pertikaian perdata, sering diakhiri dengan perdamaian melalui perjanjian di atas Meterai?.” Atau “Apakah dokumen lama yang terutang BM namun belum dibayar dapat dilunasi dengan BM yang berlaku saat ini?.”
UU Nomor 10 Tahun 2020
Melalui UU Bea Meterai nomor 13 tahun 1985 yang telah berlaku selama 35 tahun (1 januari 1986) dan belum pernah mengalami perubahan selama 35 tahun. Maka sejak 1 Januari 2021 melalui UU nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai dilakukan perubahan mengingat banyak dinamika yang tidak bisa diantisipasi dalam UU No 13 tahun 1985 serta perkembangan teknologi dan komunikasi serta kelaziman internasional dalam kegiatan ekonomi salah satunya adalah dokumen elektronik.
Salah satu tujuan perubahan UU Bea Meterai adalah untuk memberikan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik, juga keberpihakan kepada masyarakat luas dan pelaku UMKM dengan tarif yang relatif rendah dan terjangkau, serta kenaikan batas nominal nilai uang dalam dokumen dari lebih dari Rp1 juta menjadi lebih dari Rp5 juta, serta meningkatkan kesederhanaan dan efektivitas melalui tarif tunggal dan penerapan meterai elektronik.
Pengertian Bea Meterai
Bea meterai adalah pajak atas dokumen, bukan bukti sahnya suatu dokumen. Sementara, dokumen itu sendiri adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan. Elektronik disini dapat meliputi dokumen dalam mesin/sistem elektronik, email, electronic data capturer (EDC) adalah merupakan objek bea meterai. Jadi syarat mutlak objek bea meterai adalah jika ada dokumennya (tanpa dokumen tidak ada objek bea meterai). Satu dokumen hanya dikenakan satu bea meterai.
Objek Bea Meterai
Bea meterai dikenakan atas :
1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Ranah bea meterai adalah ranah perdata. Dokumen yang bersifat perdata meliputi :
a. surat Perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
b. akta notaris beserta grosse, Salinan, dan kutipanya;
c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
d. surat berharga dengan nama dan bentuk apapun; surat berharga dengan nama dan bentuk apapun;
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan bentuk apa pun;
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, Salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nominal lebih dari Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
1. menyebutkan penerimaan uang; (Contoh : kwitansi);
2. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. (contoh :tagihan kartu kredit);
Tarif Bea Meterai
Dokumen dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) berlaku mulai 1 Januari 2021. Tarif tersebut dapat diturunkan atau dinaikkan dengan Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dokumen dapat dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektror keuangan (Pasal 6 ayat 3 UU No 10 Tahun 2020).
Saat Terutang Bea Meterai
Bea meterai terutang pada saat :
1. dokumen dibubuhi untuk tanda tangan meliputi :
a. Surat Perjanjian berserta rangkapnya
b. Akte notaris beserta grosse, Salinan, dan kutipannya
c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta Salinan dan kutipannya
2. dokumen selesai dibuat, meliputi :
a. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
3. dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat :
a. surat keterangan/pernyataan atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya
b. dokumen lelang;
c. surat yang menyatakan jumlah uang;
4. dokumen diajukan ke Pengadilan, untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan;
5. dokumen digunakan di Indonesia, untuk dokumen perdata yang dibuat di luar negeri.
Pemeteraian Kemudian (Nazegeling)
Secara prinsip pemeteraian kemudian dilakukan terhadap objek pajak bea meterai yang tidak atau kurang dibayar dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, namu pemeteraian kemudian memerlukan pengesahan dari pejabat yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 78 tahun 2024 disebutkan bahwasanya :
1. Pejabat pos yaitu pejabat PT Pos Indonesia (Persero) diserahi tugas melayani permintaan Pemeteraian Kemudian.
2. Pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Pejabat DJP adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang menduduki jabatan pengawas dan diserahi tugas melayani permintaan Pemeteraian Kemudian.
Perlu diketahui bahwasanya prosedur pemeteraian kemudian dilakukan melalui Kantor Pos Besar (bukan di Kantor DJP secara langsung) dengan membawa dokumen yang akan dimeteraikan dan Surat Setoran Pajak (SSP) bukti pembayaran denda (jika ada). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seringnya hanya menerbitkan panduan dan dasar hukum terkait prosedur ini, tetapi proses fisiknya umumnya dilakukan di Kantor Pos yang ditunjuk.
Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian adalah Pihak Yang Terutang, dengan ketentuan :
1. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen terutang Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021;
2. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen terutang Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021; dan
3. Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian.
Penutup
Menilisik regulasi terkait aspek perpajakan jenis Bea Meterai tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwasanya Bea Meterai adalah pajak atas dokumen, yaitu dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan sehingga jika ada pertikaian perdata dilakukan perjanjian tujuan damai bukan berarti dokumen perjanjian tersebut tidak sah, melainkan atas dokumen tersebut terutang BM, juga apabila dokumen tersebut dijadikan alat bukti dipengadilan.
Demikian juga dengan dokumen yang menurut ketentuan terutang BM, namun karena sesuatu hal tidak dibayar dapat dilakukan pemeteraian kemudian dengan besaran tarif sesuai dokumen tersebut seharusnya terutang yang dilakukan melalui PT. Pos Indonesia hanya melalui Meterai Tempel beserta sanksinya dan diberikan cap “TELAH DILAKUKAN PEMETERAIAN KEMUDIAN SESUAI DENGAN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 78 TAHUN 2024.”
Perlu kita ketahui sebagaimana pernyataan John F. Kennedy diawal tulisan tersebut diatas, membayar pajak lebih dari sekadar kewajiban hukum, melainkan kontribusi untuk membangun masyarakat yang lebih kuat dan sejahtera, sementara penerimaan pajak sampai dengan akhir September 2025 baru mencapai Rp. 1.295 triliun (target Rp. 2.189 triliun) dan realisasi kontribusi Bea Meterai sudah mencapai sekitaran Rp. 27 triliun, jumlah yang sanga besar untuk jenis pajak atas dokumen ini.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Redaksi : Elindonews.my.id





Tidak ada komentar:
Posting Komentar