Medan | Elindonews.my.id
Kasus penggelapan mobil milik Sri Herawati (53), warga Jalan Irian Barat, Pasar VII, Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, jadwalnya mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam ruang sidang Labuhan Deli, Selasa (10/6/2025).
Sidang ini menghadirkan empat orang saksi yang berkaitan langsung dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh dua terdakwa, KHKN dan JJT.
Perkara ini bermula dari laporan Sri Herawati ke Polrestabes Medan pada Oktober 2024 atas dugaan penggelapan mobil Toyota Kijang Innova Reborn miliknya.
Setelah dilakukan penyelidikan, pelaku berhasil ditangkap, termasuk seorang penadah kendaraan.
Meski pelaku dan penadah telah diamankan, Sri Herawati menolak tawaran damai dari pihak keluarga penadah yang sempat menawarkan uang ganti rugi sebesar Rp30 juta, lalu naik menjadi Rp100 juta.
Namun, tawaran tersebut disertai syarat agar korban mencabut laporan dan menyerahkan BPKB kendaraan.
“Saya tolak karena kerugian saya lebih dari Rp300 juta. Lagi pula, mobil saya belum dikembalikan,” kata Sri di Kantor Hukum Direktur Eksekutif Polri Watch H Salum SH, Jalan Ahmad Yani IX Medan, Senin (9/6/2025).
Sri menduga kuat bahwa mobilnya masih berada di tangan pihak penadah. Dugaan itu muncul karena adanya upaya damai dan permintaan BPKB, meskipun penadah mengaku mobil sudah dijual kepada orang tak dikenal.
“Kalau mobil memang sudah dijual, kenapa masih minta BPKB? Saya berharap agar Jaksa Penuntut Umum memberikan tuntutan yang maksimal kepada para terdakwa," harapnya.
Sri menambahkan, dirinya ada mendengar penadah ini sudah beberapa kali terlibat kasus serupa dan hanya dijatuhi hukuman ringan.
"Saya minta hukum ditegakkan seadil-adilnya,” pungkas Sri.
Praktisi Hukum H Ari Afwan SH, saat diminta tanggapannya terkait perkara ini, menyampaikan dukungan moril dan pembelaan hukum terhadap korban.
Ia menilai bahwa negara tidak boleh kalah terhadap pelaku kejahatan yang telah merugikan masyarakat, apalagi dalam kasus ini korban mengalami kerugian materi yang cukup besar serta tekanan mental akibat ulah para terdakwa.
"Peradilan harus berdiri pada prinsip keadilan. Aparat penegak hukum harus serius dan objektif dalam mengungkap tuntas peran para pelaku, termasuk penadah, serta memastikan kendaraan milik korban dapat dikembalikan. Jangan sampai perkara seperti ini menjadi preseden buruk bahwa kejahatan bisa diselesaikan hanya dengan uang damai," ujar Ari Afwan.
Ia juga meminta agar majelis hakim memberi putusan seadil-adilnya dengan mempertimbangkan unsur kerugian, rekam jejak hukum para terdakwa, serta keteguhan korban dalam memperjuangkan keadilan.
"Saya apresiasi sikap korban yang tidak mau berdamai secara transaksional. Itu menunjukkan integritas warga negara yang percaya pada proses hukum. Kini saatnya pengadilan membuktikan bahwa keadilan di negeri ini masih berpihak pada kebenaran,” tegas Ari. (Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar