JAKARTA | Elindonews.my.id
Disebut-sebut Proyek revitalisasi saluran air sepanjang ± 300 meter di Jalan Kapuk Muara Raya, tepatnya di sepanjang wilayah RW 04 Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, berubah menjadi sumber masalah kompleks bagi warga.
Proyek yang dimulai sejak pertengahan Mei 2025 ini tidak hanya menyebabkan kemacetan parah di ruas jalan strategis penghubung Duta Harapan Indah (DHI) dan Jalan Kapuk Muara Raya, tetapi juga diduga mengontaminasi saluran air bersih PAM dengan air limbah kotor. Yang lebih memprihatinkan, proyek diduga bernilai fantastis ini sama sekali tidak dilengkapi papan informasi proyek, menimbulkan tanda tanya besar atas transparansi dan akuntabilitas pelaksanaannya.
Lokasi proyek berawal tepat setelah perempatan dari arah Duta Harapan Indah menuju Jalan Kapuk Muara Raya. Selama 2 minggu terakhir, sepanjang ruas jalan ini dipenuhi alat berat, material galian, dan tumpukan beton yang memakan separuh badan jalan.
Arus kendaraan dari kawasan pemukiman padat dan industri di Kapuk Muara terpaksa menyempit menyebabkan antrean kendaraan mengular hingga 800 meter, terutama pada jam puncak pagi dan sore. Pengendara ojek online, Andi (32), mengeluh: "Perjalanan 5 menit kini jadi 25 menit lebih. Tanpa papan proyek, kami tak tahu kunci masalahnya dan kapan ini berakhir" .
*Pelanggaran Prosedur dan Krisis Transparansi*
Ketidakadaan papan informasi proyek (DED, nilai kontrak, waktu selesai, penanggung jawab) merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri PUPR No. 10/2021 tentang Pedoman Pembangunan Infrastruktur Berbasis Masyarakat.
Papan informasi bukan sekadar formalitas, melainkan *alat kontrol publik* yang memungkinkan warga melaporkan penyimpangan. "Ini seperti membangun dalam kegelapan", protes Siti (45), warga RW 04. "Kami tak tahu siapa kontraktornya, berapa anggarannya, atau kapan selesainya. Padahal kami yang hidup dengan gangguan ini" .
Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Utara, yang bertanggung jawab atas proyek serupa di wilayah itu berdasarkan catatan sebelumnya, belum memberikan klarifikasi resmi. Padahal pada 2023, proyek perbaikan saluran di lokasi serupa (RT 01/01 Kapuk Muara) dikerjakan secara transparan dengan durasi dua pekan dan panjang hanya 30 meter. Kini, proyek 10 kali lebih panjang justru dikerjakan tanpa sosialisasi .
*Dampak Ganda: Macet dan Kontaminasi Air Minum*
Gangguan tak berhenti di kemacetan. Sejak penggalian dimulai, puluhan warga melaporkan air PAM keruh dan berbau anyir dan berubah warna menjadi hitam. Diduga, galian saluran yang dalam *merusak pipa distribusi air PAM* sehingga tanh dan air limbah menyusup ke jaringan air bersih.
Lely (30), ibu tiga anak di RW 01, membuktikan hal ini: "Seminggu setelah galian, air dari keruk PAM jadi kecoklatan dan berbau septic tank. Kami terpaksa beli air galon mahal untuk masak dan minum".
Sementara PDAM Jaya, melalui Manager Marketing, Bapak Fahmi, menyatakan dalam respon kepada salah satu warga melalui chat Whatsapp bahwa kejadian ini merupakan dampak dari perbaikan di Hutan Kota dan berjanji akan diselesaikan sore ini.
Fenomena ini sangat ironis mengingat PAM Jaya tengah gencar memperluas cakupan air bersih dengan target 130.000 sambungan baru pada 2025. Kontaminasi justru terjadi di wilayah yang menjadi langganan banjir dan krisis sanitasi seperti Kapuk Muara. Padahal, wilayah ini setiap musim hujan tergenang hingga 50 cm karena sistem drainase buruk dan "darurat sampah" di sepanjang Jembatan DHI .
*Respons Pemda dan Kesenjangan Kebijakan*
Kelurahan Kapuk Muara mengaku proyek ini merupakan respons atas permintaan warga dalam Musrenbang 2025 terkait perbaikan drainase. Namun, realisasinya jauh dari prinsip partisipatif. Heru Budi, mantan PJ Gubernur DKI, pernah meminta maaf atas kemacetan proyek air pada 2024, namun pola serupa terulang. Proyek ini juga bertolak belakang dengan komitmen Kementerian PUPR dalam Peringatan Hari Air Sedunia 2025 yang menekankan *integrasi sistem hulu-hilir* dan pengawasan kualitas air minum .
Proyek ini seharusnya mengadopsi model kolaborasi *KPBU (Kerjasama Pemerintah-Badan Usaha)* seperti yang diterapkan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) dalam proyek SPAM di Bandar Lampung dan Dumai. Model ini tidak hanya menjamin kelayakan finansial, tetapi juga manfaat sosial dan pengawasan ketat.
Sampai berita ini diturunkan, pengurus wilayah RW 04 dan 05 serta tokoh masyarakat yang diwakili H. Jaelani sudah berkomunikasi dengan pihak PALYJA, yang diwakili Bapak Aziz selaku Manajer Pelayanan Area Perdana, agar segera bisa menangani permasalahan air PAM yang dikeluhkan warga sepanjang Jl. Kapuk Muara Raya.
Hasil pertemuan tersebut PAM JAYA berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menelusuri titik bocor kontaminasi serta memastikan kualitas dan supply air PAM kembali normal.
*Kesimpulan: Darurat Tata Kelola Infrastruktur*
Proyek Revitalisasi Saluran Air Kapuk Muara Raya menjadi cermin tiga krisis infrastruktur Jakarta:
(1) Koordinasi sektoral yang lemah,
(2) Pengabaian prinsip partisipasi publik, dan
(3) Ketiadaan penegakan standar teknis.
Saat Pemprov DKI mengejar target 100% akses air minum perpipaan (RPJPN 2025-2045), proyek semrawut seperti ini justru merusak kepercayaan publik. Revitalisasi saluran air seharusnya menjadi solusi banjir kronis di Kapuk Muara, bukan malah menciptakan krisis multidimensi baru. Jika tidak ada intervensi serius, proyek bermaksud baik ini berisiko menjadi *pemborosan anggaran* dan mengulang kegagalan proyek air bersih senilai Rp2 miliar di Desa Snok yang mangkrak .
Pemerintah perlu segera mengubah pendekatan dari sekadar membangun infrastruktur menjadi membangun *sistem tata kelola yang transparan dan akuntabel*. Air adalah kehidupan, dan mengelola air berarti mengelola masa depan Jakarta dengan integritas.
-Ridwan AP-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar