PBB Tunjuk UPER Kembangkan Green Chemistry Bersama Kemenperin Dan Yale University



Jakarta | Elindonews.my.id


Kimia merupakan sebuah komponen esensial untuk penyusun berbagai produk konsumen yang banyak ditemukan kehidupan sehari-hari. 


Berdasarkan laporan World Health Organization (2021) terdapat 160 juta bahan kimia diketahui manusia, dimana 99 persen yaitu diperdagangkan secara global. 


Sayangnya, ada beberapa bahan kimia ini berbahaya bagi lingkungan maupun makhluk hidup. WHO (2021) melaporkan pada tahun 2019 ditemukan sebanyak 2 juta kematian akibat permasalahan kesehatan disebabkan oleh bahan kimia. Sebagai laporan  sama, pada rentang tahun 2000 hingga 2020 juga terdapat 1.000 insiden teknologi yang melibatkan bahan kimia hingga berdampak pada 1,85 juta orang, Kamis (30/5/2024). 


Sebagai upaya mengurangi resiko dari penggunaan bahan kimia berbahaya, United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) mempercayakan Universitas Pertamina (UPER) sebagai koordinator nasional program Global Greenchem Innovation and Network Programme (GGINP) di Indonesia. Bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Yale University, untuk peluncuran program yang dilaksanakan di Ballroom Swiss Belhotel Kalibata Jakarta. 


“Dalam dunia industri, setiap badan industri diharapkan mampu memperhatikan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, setelah penantian dari 2019, kini Kementerian Perindustrian resmi meluncurkan GGINP Indonesia yang bersinergi bersama Yale University, Universitas Pertamina juga UNINDO serta 6 negara sebagai upaya dalam mendampingi industri untuk beralih ke green chemistry yang bermanfaat serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang keberlanjutan lingkungan,” papar Ir. Wiwik Pudjiastuti, M.Si selaku Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian, diwakilkan oleh Raditya Eka Permana, M.Eng selaku Ketua Tim Kerja Fasilitasi Kelembagaan Otoritas Nasional Senjata Kimia dan Manajemen Pengelolaan Bahan Kimia, Direktorat Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian.


GGINP merupakan inisiatif global yang berfokus pada penerapan kimia hijau (green chemistry) dalam menghasilkan produk keseharian yang lebih ramah lingkungan. Dengan fokus mengurangi zat berbahaya bagi keberlangsungan lingkungan. GGNIP merupakan program dari UNIDO dan Yale University serta 6 negara inisiator yaitu Indonesia, Uganda, Ukraina, Yordania, Peru dan Serbia. 


Prof. Dr. techn. Djoko Triyono S,Si., M,Si., selaku Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan dan Kerja Sama UPER, menyampaikan bahwa insiatif GGINP selaras dengan nilai UPER, yang mengedepankan pembelajaran berbasis keberlanjutan.


“Sebagai koordinator nasional dalam pengembangan green chemistry, UPER telah siap bersinergi mewujudkan tujuan dari penerapan green chemistry bagi keberlanjutan ekosistem dan makhluk hidup. Hal ini tercermin dalam kegiatan pengajaran di UPER, misalkan melalui Program Studi Kimia dengan peminatan Inovasi Material dan petro-oleo Kimia dan Bioteknologi. 


Untuk peminatan, UPER mendesain sistem pembelajaran yang menekankan pada prinsip green chemistry dalam aktivitas industri serta mengembangkan solusi dan penggunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan juga efisien secara berkelanjutan. Sehingga kedepannya mahasiswa memiliki bekal yang cukup mendukung tercapainya keberlanjutan,” tutur Prof. Djoko.


Selain itu, UPER turut mengembakan Sustainability Center dan mempersiapkan program Magister (S2) yang berfokus pada sustainability sebagai akselerator green chemistry di Indonesia.


Peluncuran GGINP mengangkat tema ‘Green Energy Summit: The Global Impact of Green Chemistry Implementation on Sustainable Development and It's Challanges’. Menjadi ajang diskusi bersama pada pelaku industri, pemerintah, dan akademisi mengeksplorasi prospek penerapan green chemistry di Indonesia.


Dr. Lars Ratjen selaku Program Manager dari Center for Green Chemistry and Green Engineering dari Yale University mengatakan bahwa setidaknya terdapat tiga tantangan dalam penerapan green chemistry.


“Peralihan dalam penerapan kimia hijau dari kimia konvensional akan dihadapi oleh beberapa tantangan seperti masih banyaknya pelaku industri yang belum paham terhadap penerapan green chemistry. Selain itu, bahan dasar green chemistry terbilang cukup mahal yang masih terbatasnya ketersediaan bahan baku. Sehingga kolaborasi antar para pemangku kepentingan industri, pemerintah serta para ahli dibutuhkan untuk dapat mewujudkannya,” jelas Dr. Lars. 

(JB Rumapea)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar